Cirebon, 23 Mei 2025 — Pusat Kajian Sejarah dan Budaya (PKSB), Jurusan Sejarah dan Peradaban Islam, Fakultas Ushuluddin dan Adab, UIN Siber Syekh Nurjati Cirebon, sukses menyelenggarakan webinar bertajuk “Membingkai Kearifan Lokal Menuju Cirebon Ramai Wisata”, sebuah diskusi yang mengangkat potensi dan tantangan Cirebon sebagai destinasi wisata unggulan di Jawa Barat.
Webinar ini dimoderatori oleh Moch. Fauzi Fauzar Muharam, S.Hum, dengan menghadirkan narasumber utama Dr. Zaenal Masduqi, M.Ag, selaku Direktur PKSB dan Kaprodi SPI Pascasarjana. Tiga mahasiswa Pascasarjana Sejarah dan Peradaban Islam, yakni Mohammad Umar Alwi, S.Hum, Ariq Rifqi Musthofa, S.Hum, dan Ahmad Syaekhu, S.Hum turut menjadi pembicara yang mengulas berbagai perspektif pembangunan wisata berbasis kearifan lokal di Cirebon.
Dalam penyampaiannya, Mohammad Umar Alwi, S.Hum menyampaikan pandangan kritis terhadap wacana menjadikan Cirebon sebagai “Yogyakarta-nya Jawa Barat.” Ia menilai bahwa masih banyak aspek mendasar yang perlu dibenahi, seperti infrastruktur, penataan pedagang kaki lima, parkir liar, hingga pengelolaan kawasan bersejarah. “Saya hampir setiap hari keliling Cirebon. Banyak potensi, tapi masih semrawut. Jika ingin seperti Yogyakarta, pemerintah harus lebih tegas dalam kebijakan,” tegasnya.
Sementara itu, Hasbiyallah, M.Si (Ketua Jurusan PJJ SPI) yang turut serta memeriahkan acara untuk menekankan bahwa Cirebon telah memiliki fondasi kuat sebagai kota pendidikan di Jawa Barat, sejajar dengan Bandung dan Surabaya. Ia menilai bahwa kekayaan sejarah dan budaya Cirebon merupakan modal utama yang harus dijaga. “Cirebon punya ciri khas budaya yang luar biasa. Walau belum ditetapkan sebagai kota wisata besar, kita wajib melestarikannya. Pemerintah harus serius menangani hal-hal yang masih menjadi hambatan,” ujarnya.
Diskusi pun berkembang pada isu lain seperti branding wisata berbasis budaya, penguatan komunitas lokal sebagai pemandu dan pelaku wisata, serta pentingnya hospitality. “Kuncinya adalah pelayanan. Wisata itu soal pengalaman. Kalau pelayanannya buruk, wisata tidak akan hidup,” ujarnya lagi.
Ahmad Syaekhu, S.Hum juga berpendapat bahwa kritik diarahkan pada lambannya pembentukan Destination Management Organization (DMO). Tanpa lembaga ini, tidak jelas siapa bertanggung jawab terhadap apa. “DMO adalah syarat utama untuk pariwisata yang berkelanjutan. Pemerintah, dewan, akademisi, budayawan, dan Keraton harus bersinergi. Meski ada tarik-menarik kepentingan, demi Cirebon, semua harus berjalan bersama,” ujarnya.
Kondisi ini diperparah oleh kurangnya kajian sejarah yang mendalam. Banyak wilayah historis seperti Pecinan dan Kampung Arab hanya digarap pada permukaan, tanpa riset yang menyeluruh tentang asal-usul dan nilai budayanya.
Diskusi ini tidak hanya menjadi ruang intelektual bagi mahasiswa dan akademisi, tetapi juga menjadi pengingat pentingnya kolaborasi antara pemerintah, masyarakat, dan lembaga pendidikan dalam membangun Cirebon yang berdaya saing di sektor pariwisata.
Webinar ini menegaskan bahwa membingkai kearifan lokal bukan sekadar wacana, melainkan agenda nyata untuk mengangkat martabat Cirebon sebagai kota yang kaya akan warisan sejarah dan budaya.